JAS MERAH NGO/ ORMAS
Bersama Para Pendiri ARIB (Alyansi Rakyat Indonesia Bersatu)
*JAS MERAH" PERAN & PUNGSI NGO / Ormas:*
*Dari Gerakan Rakyat Tertindas hingga Pilar Civil Society.*
Sejarah panjang organisasi masyarakat (ormas) di dunia sesungguhnya bermula dari gerakan rakyat kecil yang menolak penindasan dan ketidakadilan. Di India, misalnya, muncul gerakan sosial yang diprakarsai oleh Mahatma Gandhi pada awal abad ke-20. Ia menggerakkan rakyat miskin untuk melawan penjajahan dan ketidakadilan sosial melalui perjuangan tanpa kekerasan (non-violence movement). Gerakan ini bukan berasal dari kekuasaan, melainkan dari suara nurani rakyat yang ingin menegakkan martabat kemanusiaan.
Ormas-ormas seperti yang digagas Gandhi menjadi cikal bakal lahirnya Non-Governmental Organization (NGO) — organisasi non-pemerintah yang bekerja di luar struktur negara untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat. NGO di berbagai belahan dunia kemudian memainkan peran penting dalam menumbuhkan kesadaran kritis, memperjuangkan demokrasi, dan mengontrol kekuasaan agar tidak melenceng dari amanat rakyat.
Sebelum Indonesia merdeka, benih-benih ormas telah tumbuh subur di tanah air. Dalam catatan sejarah, abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjadi masa lahirnya berbagai organisasi sosial keagamaan dan kebangsaan.
Diawali dengan Serikat Dagang Islam (SDI) yang berdiri pada tahun 1905, organisasi ini muncul dari keresahan para pedagang pribumi terhadap monopoli dan ketimpangan ekonomi yang dilakukan oleh penjajah Belanda dan kaum pedagang asing. SDI kemudian berkembang menjadi Sarekat Islam (SI), membawa semangat perlawanan rakyat terhadap penindasan ekonomi dan sosial.
Tak lama kemudian, muncul Budi Utomo (1908) yang berfokus pada pendidikan dan kebangkitan kesadaran nasional, lalu lahir Muhammadiyah (1912) yang membawa pembaruan Islam berbasis amal sosial dan pendidikan, serta Nahdlatul Ulama (1926) yang memperjuangkan Islam tradisional, kebangsaan, dan kemandirian umat.
Semua ormas tersebut tumbuh jauh sebelum Indonesia merdeka — sebuah bukti bahwa ormas merupakan kekuatan civil society (masyarakat madani) yang mendahului terbentuknya negara. Mereka hadir bukan karena perintah pemerintah, melainkan karena panggilan nurani sosial dan keagamaan.
Ormas tidak harus menjadi bagian dari pemerintah untuk bisa berperan. Justru kekuatan sejati ormas terletak pada kemandirian, keberanian bersuara kritis, dan komitmen terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Dalam konteks inilah, pesan “JAS MERAH” — Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah — menjadi relevan untuk mengingatkan bahwa marwah ormas adalah penjaga nurani rakyat, bukan alat kekuasaan.
Pemkot Semarang menyetujui 8 poin usulan ARIB (Aliansi Rakyat Indonesia Bersatu) ttg PBB.
Di era reformasi hingga kini, ormas di Indonesia berkembang sangat pesat. Ada yang fokus pada dakwah dan sosial, ada pula yang bergerak di bidang lingkungan, pendidikan, dan kemanusiaan. Namun di sisi lain, muncul tantangan baru: banyak ormas kehilangan independensi, bergantung pada bantuan pemerintah atau kepentingan politik jangka pendek.
Padahal, ormas yang kuat adalah yang berdiri di atas kaki sendiri (mandiri) dan mampu menjadi penyeimbang kekuasaan. Di tengah derasnya arus globalisasi, digitalisasi, dan pragmatisme politik, ormas perlu kembali meneguhkan jati dirinya sebagai penggerak moral, sosial, dan intelektual masyarakat.
Ormas lahir dari rahim penderitaan rakyat dan tumbuh bersama semangat perubahan. Dari India dengan Gandhi, hingga Indonesia dengan Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan NU — semuanya menunjukkan bahwa kekuatan sejati bangsa ada di tangan rakyat yang terorganisasi.
Kini, tantangannya adalah bagaimana ormas tetap menjaga idealisme dan independensinya, agar tetap menjadi penjaga nurani bangsa dan benteng masyarakat madani, bukan sekadar pelengkap kekuasaan.
(Tim)


Post a Comment